Sabtu, 09 Februari 2008

kpk kumpulkan tim penyita aset negara

Gagal memperjuangkan kesepakatan internasional soal pengembalian aset di Konferensi Antikorupsi PBB (UNCAC) di Bali, tak membuat niat pemerintah surut. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengundang Kejaksaan Agung, Kepolisian, Departemen Luar Negeri, Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), bersama sejumlah LSM untuk mematangkan draf Rancangan Undang Undang (RUU) Perampasan Aset Negara di Kantor KPK kemarin (5/2).



"KPK dan penegak hukum lain punya kepentingan sama atas penelusuran aset negara yang hilang," ujar Wakil Ketua KPK Bibit Samad Riyanto kepada wartawan kemarin. RUU tersebut, lanjutnya, diharapkan mempermudah jalan merampas aset negara yang dibawa kabur koruptor. "RUU itu sudah masuk ke Prolegnas," tambah mantan polisi itu.


Tak hanya itu, aset yang diduga hasil perbuatan melawan hukum bisa diblokir oleh penyidik dan penuntut umum, tak harus menunggu ada putusan pengadilan. Hal itu sesuai pasal 14 RUU Perampasan Aset.


Dengan RUU tersebut, kata dia, diharapkan aset dapat dibekukan pada saat kasusnya masih di penyelidikan sampai ada keputusan pengadilan untuk disita. "Aset bisa difrezzing (dibekukan) pada saat penyidikan, atau pemilik aset telah ditetapkan menjadi tersangka," tambah pria paruh baya itu.


Penggeledahan aset negara yang diduga dikorupsi juga bisa dilakukan untuk kepentingan penyidikan. Yang dibutuhkan hanya izin ketua pengadilan negeri atau hakim komisaris. Jika mendesak, bisa dilakukan tanpa izin. Pasal 8 RUU Perampasan Aset mengatur penggeledahan bisa dilakukan di rumah, bangunan tertutup, kapal, badan, dan atau pakaian.


Kalau proses penyitaan melalui perkara pidana gagal, bukan berarti pemerintah mundur ke belakang. "Perampasan aset bisa dilakukan lewat jalur perdata," tambahnya. Dengan demikian, pengadilan tidak perlu menyidangkan orang, tapi cukup asetnya.


Ketua PPATK Yunus Husein menyatakan, RUU tersebut bisa berlaku surut (retroaktif) meski Indonesia menganut asas tak berlaku surut. Karena itu, kasus-kasus yang terjadi sebelum RUU diundangkan bisa dikenai. Misalnya, BLBI serta aset mantan Presiden Soeharto dan keluarganya. "Tapi, itu bergantung DPR," ujarnya.


Itu juga bukan hal mustahil. Misalnya, Inggris membuat UU Perampasan Aset berlaku surut hingga 12 tahun. Sedangkan Australia berlaku surut enam tahun. ***


Sumber : Indo Pos, 6 Februari 2008

Tidak ada komentar: